Aku telah sampai di
persimpangan jalan.
Dimana akan kubuat
keputusan yang mempengaruhi hidupku selanjutnya.
Akankah aku tumbuh
dewasa dan menjadi lebih baik denganmu.
Ataukah aku kembali
pada jalan kita semula?
Apapun keputusanku.
Aku harap kau tetap berada di situ.
Sebagai bagian dari
masa lalu.
Serta sebagai akhir
dari kisahku.
Akhir akhir.
Semoga tak akan ada
luka seperti yang menemani akhir.
Semoga.
***
Selamat
datang masa lalu. Selamat masuk kedalam hidupku lagi. Apa kabarmu? Kuharap kau
selalu baik-baik saja. Masih ingat siapa aku? Aku memori yang melepaskan
dirinya darimu. Aku orang yang selalu takut. Takut pada apa saja. Pada
orang-orang asing terutama. Orang-orang yang tak menyukaiku kurasa. Aku selalu
takut jika seorang diri berada dalam keramaian. Sangat berbeda sekali denganmu.
Orang yang tak pernah takut. Orang
yang tak pernah sendiri. Orang yang sangat menyenangkan kurasa. Aku bersyukur
kau ada disini. Denganku. Karena jika bersamamu aku tak pernah merasa takut
sedikitpun. Aku merasa aman.
Aku
tak ingin mengingat apapun tentangmu di masa lalu. Terlalu remuk kurasa. Aku
ingin menelan masa lalu kita bulat-bulat. Menghabiskannya tanpa menyisakan
sebutir kisah pun tentang aku. Tentang kamu.
“Bisa
berhenti membicarakan masa lalu?”
Itu kata-kata yang selalu kau
ucap saat aku kembali membicarakan memori-memori lama kita.
Selama
tak bersamamu aku sering mempelajari rintik hujan yang jatuh ke bumi. Tanpa
kusangka setiap rintik memiliki bunyi yang berbeda. Seperti rintik dari langit
yang hanya sedikit tertutup awan, atau rintik saat langit begitu penuh dengan
gumpalan awan gelap. Aku juga mencoba berjalan di bawah hujan. Mencoba mencari
ketenangan dalam celahnya. Terkadang rintik hujan terasa lembut menyentuh
kulitku. Tapi di saat yang lain entah mengapa menjadi terlalu tajam.
Benar-benar tajam. Aku sering menahan tangis di bawah hujan. Entah mengapa
hujan selalu bisa membawa seseorang terhanyut kedalam memori.
Memori yang mana?
Memori yang terletak di bagian terdalam hati.
Memori yang sesungguhnya tak pernah beranjak selangkahpun dari hatiku.
Masih tentangmu sayang, masih tentangmu.
Seseorang yang hidup di masa lalu.
Seseorang yang pernah menguasai hati dan pikiranku.
Mantan.
Air mata yang kutahan ternyata
meluap dari balik mataku. Semula sengaja kusembunyikan air mata itu. Aku tak
ingin seorangpun melihatku dalam kondisi selemah ini. Kecuali kamu. Kamu yang
dapat memahamiku hanya dari tatapan mataku.
Segala sesuatunya
dapat kau mengerti tanpa terlalu banyak aku berkata padamu.
***
Aku
mencintaimu? Tentu saja. Dan aku yakin tetap aku yang berada didasar lubuk
hatimu. Meski mungkin kau tak pernah mengatakan apapun padaku. Tak pernah
terlalu banyak berkata tentang apa yang kau rasakan padaku. Tapi tahukah kau?
Aku juga memiliki kemampuan yang baik dalam membaca hatimu yang tampak rumit
dan tak pernah memiliki kejelasan itu. Aku sering bicara denganmu dalam diam.
Dalam kata yang tak pernah kita ucapkan satu sama lain.
Lalu
apa yang membuatku dan kamu terpisah begitu jauh dan begitu lama? Mungkin tak
banyak orang mengerti tentang apa yang pernah kita jalani. Mungkin hanya akan
mengundang tawa mereka. Bagaimana bisa dua orang yang seperti bumi dan langit
saling jatuh cinta. Saling memiliki hati yang meluap satu sama lain. Sekian
dalam kurasa. Serta begitu banyak
kebetulan yang terjadi padaku dan padamu. Termasuk pertemuan kita. Kebetulan? Ah tidak juga. Aku rasa ini adalah takdir yang
digariskan padamu dan padaku. Karena segala sesuatunya tak pernah benar-benar selesai.
“Kau
masih menyayangiku?” Tanyaku.
“Tentu
saja” Jawabmu.