Ada lagi yang tidak aku berani aku baca, berkuliah di luar negeri sambil bawa anak. Hahaha. Masih mimpi ya kuliah di luar negeri. Aku memang keras kepala. Heheh. Tapi, terbentur restu sana sini. Sebelum menikah, terbentur restu orang tua, setelah menikah terbentur restu lebih banyak lagi, orang tua, mertua, suami. Aku merasa di tipu. Kata orangtuaku aku boleh ke luar negeri asal sudah menikah. Itu iming-iming menikah yang paling menggiurkan bagiku. Kata suamiku sebelum menikah, aku boleh menyelesaikan S2ku dulu, tapi beberapa hari setelah menikah aku disuruh cepat cepat hamil. Nyatanya, setelah menikah aku dituntut cepat kaya, punya anak cepat, mengurusi suami, belum lagi mertua yang tuntutanya nggak kalah menyebalkan, hingga kuliah S2ku dulu terbengkalai. Ya aku sempat S2, tapi tidak tamat. Aku mengurus anak. Suamiku sibuk dan tidak bisa mengantarku kuliah di kota asalku. Sedih sekali.. Melihat teman bergelar master.
Aku menangis sendiri. Tidak ada teman, aku sangat kesepian dan tentu saja tak bisa curhat sembarangan. Aku merasa dikucilkan.. Semua orang menuntut tanpa mau mengerti segelintir hal yang aku mau. Aku cuma ingin sekolah, apa itu berlebihan? Aku cuma ingin mempunyai arti, memperjuangkan sedikit hal yang aku mau tapi terlalu banyak ditentang dengan restu yang anehnya terus aku cari. Aku seperti dibodohkan.
Hidupku kehilangan arti. Tidak penting untuk siapapun. Menjadi figuran. Bukan peran utama. Dunia ini serasa berputar bukan untuk aku.
Lalu, apakah aku harus keras kepala? Mengejar mimpi dan mengabaikan semua semuanya. Membiarkan orang lain mengomel, tidak merestui bahkan membiarkan mereka terus berkata apa saja. Hahaha. Sepertinya. Aku harus lebih berani.