Sabtu, 17 Desember 2011

PEREMPUAN

Hai sayang, lelakiku. Para kekasih-kekasih hatiku, kemarilah. Aku ingin menceritakan sesuatu padamu agar suatu saat kelak kau akan mengerti. Jika akan ada wanita yang lebih mencintaimu dari seorang istri. Jika akan ada wanita, yang akan menggantungkan hidupnya padamu lebih dari sekedar permasuri. Mendekatlah, jangan takut. Dia tak akan menggodamu. Taukah kau? Dia akan mencarimu jika kau tak ada disisinya. Dia akan menanyakanmu pada istrimu jika hingga larut kau tak pulang. Dan dia adalah perempuan kecil yang akan memanggilmu dengan gembira ketika kau tampak di ujung pintu.
Perempuan itu, anakmu.
Iya. Anak perempuanmu. Dan dia adalah aku. Sebut aku. Panggil aku, “Nisa”.
Nisa tumbuh cepat seperti pohon kenari. Semula ia kecil. Hanya benih kecil kemudian tersiram air. Tumbuh dan terus tumbuh menjadipohon kenari besar yang cantik.
Di hari yang gelap. Aku masih ingat. Hari itu hari jum’at. Nisa terbaring di sudut kamarnya. Tangannya robek. Bibirnya memar. Air mata Nisa terus mengalir. Membasahi goresan luka di sudut bibirnya. Nisa sayang apa yang terjadi padamu? Nisa memandangku. Tak mengatakan apapun dan ia terus menangis. Ada apa sayang? Katakana padaku siapa yang membuatmu menangis? Nisa menggelengkan kepalanya.
“Aku takut.” Kata Nisa.
“takut apa?”
“Takut dia memukulku la..gi…” jawab Nisa terbata.
“Dia siapa?”
Nisa menggeleng. Jangan takut sayang. Sebutkan siapa dia. Aku berjanji tak akan ada lagi yang mengetahuinya selain aku.
“Ayahku..” desis nisa parau.
Sementara di kamar yang lain, bermil mil jauhnya dari tempat Nisa berada. Ditempat dimana tak ada cahaya yang mampu menembus rimbuan bambu di halaman samping rumah. Dimana lolongan anjing melengkapi ketakutan setiap derik ranting bambu. Dimana hati seorang perempuan mungil telah remuk di dalam istananya. Lihat sayang, lihat dia. Itu! Disudut sana! Seorang perempuan mungil memeluk erat kedua kakinya. Kukatakan padamu jika perempuan mungil itu juga benama Nisa.
Nisa selalu menangis setiap malam. Pintu kamar Nisa tak pernah tertutup. Pintu kamar Nisa selalu terbuka agar ia mudah melihat ke pintu ruang tamu.
“Jika nanti Ayah pulang, aku yang paling awal memeluknya,” kata Nisa.
Tapi ini bukan malam pertama atau kedua Nisa menanti. ini sudah setahun lebih dari kepergian ayah, dan Nisa mungil itu tetap meananti. Ibu berkata pada Nisa, jika ayah telah pergi bersama perempuan lain dan ia tak akan pernah pulang. Tapi Nisa mungil tak mengerti. Perempuan lain apa? Nisa yakin Ibu berdusta padanya. Ia yakin, ayah pasti pulang.
Ayah, tahukah kau, aku memiliki banyak hal yang ingin aku ceritakan padamu?
Hari ini ibu guru memberikan aku tugas menggambar.
Dan aku menggambar untukmu ayah,
Aku menggambar kau dan aku.
Aku dan kau.
Kau menggenggam tanganku erat sambil memegang es krim untukku di tanganmu yang lain.
Kita akan bersenang-senang Ayah.
Lekaslah pulang, karena aku ingin kau melihat ini,
Melangkahlah ke tempat lain. Carilah perempuan yang mengunci dirinya di dalam kamar yang gelap dan pengap. Namanya Nisa. Dia perempuan cantik. Hanya saja tubuhnya tidak secantik wajahnya. Belasan bekas tusukan jarum menghiasi tangannya. Puluhan sayatan melintang di tubuhnya. Mulutnya mengepulkan asap rokok ke udara. Apa yang kau lakukan Nisa? Kadang Nisa menangis sejadi-jadinya. Kadang Nisa tertawa lepas. Kadang ia marah. Mengomel tak jelas. Menyebutkan nama orang-orang yang merusak hatinya. Dan kau tahu? Salah satu dari nama itu adalah nama ayah Nisa. Ayah yang tak pernah mengakui Nisa sebagai anaknya. Ayah yang lebih memilih pergi bersama perempuan lain, dan meninggalkan ibu Nisa. Ayah yang tak mau bertanggung jawab atas kehamilan ibu Nisa. Ayah yang tega menyuruh Ibu Nisa untuk membunuh Nisa yang sudah berusia tiga bulan di dalam perut.
Ayah yang sama sekali tak pernah di peluk oleh Nisa.
Ayah yang membuat Nisa selalu disebut anak haram.
Ayah, ayah ayah.. apa salahku hingga kau setega ini padaku?
Tahukah kau jika aku sangat menginginkanmu ada disampingku.
Sama seperti ibu yang menginginkanmu ada di hari kelahiranku.

***
Ini rahasia kecilku,
Tahukah kau, jika setiap bayi perempuan yang lahir itu adalah Anisa?
Ya, benar. A-ni-sa. Yang berarti anak perempuan.
Semoga kelak ia tumbuh dewasa.
Semoga kelak ia menjadi perempuan yang cantik.



***
Melangkahlah di sudut kota lain, dimana matahari tidak akan bersinar terlalu terik di atas kepalamu. Dimana malam akan membeku seiring dentangan ke dua belasnya. Dimana tak akan kau temui kipas angin yang berputar. Ini kota dingin. Tempat para peri dan malaikat bercinta. Melangkahlah limabelas kilo meter dari sudut kota itu, dan kau akan menemui rumah berwarna jingga. Itu rumahku. Datanglah, aku akan memberimu sedikit teh dan camilan. Aku menyukai kedatanganmu. Karena aku mencintaimu.
Duduklah di sofa, tunggulah sebentar. Aku akan memanggilkan dia. Ayahku. Ayahhh… ayah… bolehkah aku berteman dengannya? Dia lelaki yang baik. Ayah… ayah… temui dia. Dia sudah menunggumu di ruang tamu.
“apakah benar kau mencintai anakku?” Tanya ayah.
“Iya, saya mencintai Anisa, anak perempuan Bapak.” Jawab kekasihku.
“Apakah kau sanggup menjaganya lebih dari aku menjaganya?”
“insyaallah saya sanggup Pak!”
“Apakah kau sanggup mencintainya lebih dari aku mencintainya?”
“Insyaallah saya sanggup.”
“Hai anak muda! Janganlah kau mudah berkata sanggup. Karena aku yang aku tak akan membiarkan sedikitpun anakku terluka di tanganmu. Karena aku sangat mencintainya,”
Kekasihku terdiam.
***
Maaf untuk semua waktu yang terbuang,
Ayah. Ayah. Ayah.
Maafkan ketidaksempurnaanku.
Maafkan aku yang baru saja mencintaimu,
Setelah tujuhbelas tahun bersamamu.
Kita tak punya banyak waktu lagi ayah?
Usiaku sudah tujuhbelas,
tak lama lagi akan ada lelaki yang menikahiku.
Tapi jangan takut,
Kau tak akan pernah kehilanganku.
Kita masih punya waktu.
Ayo kita tukar semua waktu yang terbuang,
Genggam tanganku, dan ajak aku ke taman bermain.
Belikan aku boneka…
Setahuku, kau belum pernah membelikannya untukku?
Sejak aku lahir bahkan.
Aku mau yang itu!
Boneka beruang putih.
Biarkan saja ayah dan anak perempuan lain menatapku dengan tatapan aneh. Aku tak perduli. Aku tahu ini taman bermain untuk anak balita. Dan aku bukan balita. Tapi aku sama seperti mereka. Aku ingin bermain ditempat itu. Aku ingin bersama ayahku. Ayah, aku suka boneka beruang putih darimu. Bolehkah aku tetap disini? Lebih lama lagi. Aku masih ingin bermain.
Hai sayang, lelakiku, kekasih hati yang kelak akan menikahiku. Tahukah sebelum usiaku tujuh belas tahun hidupku berkalung duka. Tahukah kau, mengapa aku kehilangan sekian banyak waktu bersama ayahku? Aku ingin memberitahumu. Agar kelak, jika kau menjadi ayah dari anak-anakku. Kau tak akan melakukan hal yang sama. Agar kelak, tak ada lagi Anisa yang sama sepertiku. Agar kelak kau lebih menghargai waktu. Menghargai setiap tarikan nafas. Bersama perempuan yang merebut hatimu lebih dari aku. Bersama Anisa, yang kelak mungkin akan lahir dari rahimku. Aku membertiahukan rahasia ini padamu. Karena aku sangat mencintaimu.
Anisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar