Ku beri tahukan padamu tentang istana besar bernama rumah. besar. bagus.
tapi, siapa yang mampu bertahan tinggal di dalamnya? jika yang mendiami rumah
itu adalah dua monster. Yang sehari dua hari berwajah baik, namun setelah
seminggu dua minggu mereka akan menyiksa siapa saja yang ada di dalamnya. Sekalipun
itu, anak-anak mereka. Buah cinta yang konon katanya menjadi tombak harmonisnya
suatu rumah.
harmonis apa?
tiga anak monster yang tinggal dirumah ini saling membenci. Satu diantaranya
bernama Saya. Saya membenci segala yang berhubungan dengan rumah ini. Apalagi
saat ramai. saat anggota keluarga monster berkumpul. Saya ingin menutup telinga
saya rapat-rapat. pergi ke kamar saya. Mengungsi. Membiarkan suara-suara gaduh
itu meraung.
hingga senyap-
dan saya baru memberanikan diri mendekati dapur. Mengambil sesuap nasi untuk
makan. Siapa sangka jika dalam istana bernama rumah sebesar ini ada perempuan
kecil yang harus mengendap-endap terlebih dahulu untuk menculik sesuap nasi.
Ironi.
tahukah anda ketika saya di kurung di dalam rumah yang lebih mirip tempat
penyiksaan ini.rasanya, saya ingin keluar. karena setiap sudut dari rumah ini
hanya ditenun oleh bayangan-bayangan penderitaan saya di masa lalu.
terlalu sakit untuk saya ungkapkan. Saya masih ingat saat rambut saya
dijambak oleh monster laki-laki yang saya panggil ayah. Dengan bengisnya ia
menarik rambut saya dan menyeret tubuh saya mengitari rumah. Saya hanya
perempuan sembilan tahun saat itu. Lalu tahukah anda apa yang kemudian di
lakukan lelaki bengis itu dengan rambut panjang saya? Ia memangkas rambut saya.
Mahkota saya. Dan membiarkan saya menangis bersama sisa-sisa rambut panjang
saya yang berserakan di lantai. Itu sebabnya, seumur hidup saya tak pernah
memiliki rambut panjang. Saya takut. Saya trauma. Saya tak ingin lelaki itu
melakukan hal yang sama pada saya. Lagi.
Lalu tembok ruang tamu. Saya juga masih ingat saat kepala mungil saya
dibentur-benturkan ke tembok itu, Lagi-lagi oleh laki-laki yang saya sebut
ayah. Bahkan terkadang hanya karena masalah sepele, hanya karena saya merengek
meminta izin keluar rumah untuk bermain.
Lalu sudut dapur. Saya masih ingat tangan besar lelaki itu terus memukul tubuh
saya hingga seluruh tubuh saya memar. Dan saya terjatuh di lantai. Kulit saya
yang memar bersentuhan dengan lantai yang dingin. Rasanya perih. Dan lebih
perih lagi saat saya menyadari Orang biadab yang telah menyiksa saya itu adalah ayah saya. Ayah kandung
saya. Entah apa yang meracuni otaknya. Tapi saya rasa, memukul saya adalah
kegiatan yang paling ia sukai.
Dan tahukah anda apa yang saya katakan ketika keesokan harinya teman-teman saya bertanya apa yang terjadi pada tubuh saya, saya hanya bisa
berdusta. mengatakan saya jatuh.
saya berdusta karena saya benar-benar malu dengan keadaan keluarga
saya.
satu-satunya tempat yang saya rasa paling aman adalah kamar saya. tempat saya
berbagi nafas dan tangis. Tempat saya menyembuhkan perih-perih memar di tubuh
saya sendiri. Tempat saya bercanda dengan teman-teman saya melalui handfon.
atau tempat saya berkhayal dan terus menulis melalui laptop kecil saya.
Sejuta rahasia saya simpan rapat-rapat di dalamnya. Di kolong meja, bawah
ranjang, bawah tempat tidur. tulisan tentang orang-orang yang saya cintai,
obat-obatan yang sering saya gunakan saat aku frustasi bahkan silet, jarum,dan
juga bekas darah yang saya sembunyikan. Saya memang penuh dengan rahasia.
Tiga anak monster yang tinggal dirumah itu, menjadi anak cacat yang tak
pernah terungkap. kakak laki-laki saya adalah seorang pemerkosa kecil,
yang pernah hampir membunuh saya saat saya ingin mengadukannya. Lalu saya, saya rasa saya adalaah psikopad kecil, yang tumbuh dengan luka, dan sangat
mencintai darah. Sementara adik laki-laki saya, lebih beruntung. Ia
memilih pergi meninggalkan rumah ini saat ia masih benar-benar kecil. Ia
memilih tinggal di tempat dimana ia tak akan menerima banyak luka seperti kedua
kakaknya.
Saya lupa menceritakan pada anda tentang ibu saya, ia adalah perempuan
yang tak mempercayai saya bahkan saat saya mengadukan kakak laki-laki saya
yang hampir meniduri saya.
***
Saya. panggil saja begitu. Saya tak ingin menyebut nama saya karena saya
malu dengan kehidupan yang saya miliki. Saya tujuh belas tahun sekarang. Saya
korban dari keluarga palsu yang punya nama dan harta. Kakak laki-laki saya
pernah hampir meniduri saya saat saya berusia delapan tahun. Ayah saya suka
memukul saya. membenturkan kepala saya ke tembok dan menarik paksa rambut saya.
Sementara ibu saya selalu semangat menyoraki ayah saya yang sedang menyiksa
saya. Kulit tubuh saya banyak terkelupas cakaran ibu dan ayah saya. Saya
perempuan yang membenci hidup saya. Saya perempuan sakit yang masih bertahan hidup
dengan kondisi keluarga saya yang sebenarnya jauh dari kata baik. Berulangkali
pasang mata melihat saya dan hidup saya. mereka katakan itu sempurna.
orang tua yang baik? kakak yang pandai?
kamuflase.
Anda tak pernah melihat apa yang saya
lihat. Anda tak pernah melihat ketika wajah baik-baik mereka terkadang dapat
berubah menjadi monster saat mereka menyiksa saya dengan bengisnya.
Anda tak pernah rasakan apa yang saya rasakan, ketika saya harus menerima
kenyataan ketika orang yang menghancurkan hidup saya adalah keluarga saya
sendiri.
Anda tak pernah mengerti berapa bekas luka yang tercecer di tubuh saya dari
ujung rambut ke ujung kaki. lengkap. Dan tahukah anda jika saya yang membalut
bekas luka itu sendiri. Sejak kecil, saya terbiasa berteman dengan perih.
Saya ingat semua luka yang pernah dibubuhkan di tubuh saya oleh orang-orang
yang seharusnya melindungi saya. Keluarga saya. Dan tahukah anda hal itu membuat saya
tumbuh menjadi perempuan sakit?
Saya memilih hidup dengan cara saya. Saya pengkonsumsi obat dalam dosis
besar. Saya penghisap rokok. Saya suka melukai diri saya sendiri. Saya
menghabiskan berlinting-linting tembakau saat saya sedang frustasi atau
berbutir-butir pil saat saya merasa terlalu lelah untuk bertahan hidup. bahkan terkadang berpuluh puluh sayatan saat seseorang yang saya percaya menyakiti saya.
Yang membuat saya tak mengerti adalah, saat ayah saya mengetahui bekas sayatan
di tangan saya karena saya frustasi dengan kondisi keluarga saya. Ia menangis. Menyatakan menyesal. Meminta maaf dan berjanji tak akan menyakiti saya lagi. Saya
pikir ia benar-benar menyesal telah membuat hidup saya menderita. Saya
pikir ia dapat berubah menjadi malaikat dalam keluarga saya. Saya pikir. Dan saya
mencoba mempercayainya.
Tapi lihat? Apa yang dia lakukan. Belum genap tiga hari setelah ia meminta
maaf kepada saya. Hari ini ia kembali memukul saya. menampar saya. menjambak
rambut saya. Menyeret tubuh saya dari ruang tamu ke kamar mandi.
Lagi?
saya berteriak. dan dengan semakin senangnya ia memperlakukan saya.
SEPERTI BINATANG.
kulit saya penuh lebam dan hati saya berpuluh kali lebih lebam dari tubuh
saya. saya jadi tak mengerti apa itu keluarga. kata guru saya saat saya kecil, keluarga
tempat berlindung. tapi tahukah anda? jika satu satunya yang melukai saya
adalah keluarga saya sendiri?
Sementara ibu saya yang tak perduli dengan keadaan saya itu kembali menyoraki memberi semangat pada ayah saya
untuk terus memukul saya. Keluarga macam apa ini?
Saya menangis. Menghabiskan waktu saya di kamar. Memandang pilu berbagai
luka yang terlukis di tubuh saya. Saya sudah tujuh belas tahun dan saya tetap
disiksa. Haruskah saya pergi dari tempat ini? Sungguh, saya ingin berteriak. Saya
benci keadaan seperti ini.
Tubuh saya sakit, dan hati saya lebih sakit lagi. Saya menjejali mulut saya
dengan obat tidur. banyak sekali, agar saya lekas tertidur. Agar luka di tubuh
saya dan di hati saya tidak terasa sakit lagi.
saya menangis. hanya menangis. dan tidur seperti orang
mati. Lama sekali.
ceritamu nyentuh banget ..
BalasHapuskmu bnran kyak gtu ??
ngga. ini bukan trjadi di aku. tp ini real:") true story:)
BalasHapus