Selasa, 14 Februari 2012

KINGDOM

Ku beri tahukan padamu tentang istana besar bernama rumah. besar. bagus. tapi, siapa yang mampu bertahan tinggal di dalamnya? jika yang mendiami rumah itu adalah dua monster. Yang sehari dua hari berwajah baik, namun setelah seminggu dua minggu mereka akan menyiksa siapa saja yang ada di dalamnya. Sekalipun itu, anak-anak mereka. Buah cinta yang konon katanya menjadi tombak harmonisnya suatu rumah.
harmonis apa?
tiga anak monster yang tinggal dirumah ini saling membenci. Satu diantaranya bernama Saya. Saya membenci segala yang berhubungan dengan rumah ini. Apalagi saat ramai. saat anggota keluarga monster berkumpul. Saya ingin menutup telinga saya rapat-rapat. pergi ke kamar saya. Mengungsi. Membiarkan suara-suara gaduh itu meraung.
hingga senyap-
dan saya baru memberanikan diri mendekati dapur. Mengambil sesuap nasi untuk makan. Siapa sangka jika dalam istana bernama rumah sebesar ini ada perempuan kecil yang harus mengendap-endap terlebih dahulu untuk menculik sesuap nasi. Ironi. 
tahukah anda ketika saya di kurung di dalam rumah yang lebih mirip tempat penyiksaan ini.rasanya, saya ingin keluar. karena setiap sudut dari rumah ini hanya ditenun oleh bayangan-bayangan penderitaan saya di masa lalu.
terlalu sakit untuk saya ungkapkan. Saya masih ingat saat rambut saya dijambak oleh monster laki-laki yang saya panggil ayah. Dengan bengisnya ia menarik rambut saya dan menyeret tubuh saya mengitari rumah. Saya hanya perempuan sembilan tahun saat itu. Lalu tahukah anda apa yang kemudian di lakukan lelaki bengis itu dengan rambut panjang saya? Ia memangkas rambut saya. Mahkota saya. Dan membiarkan saya menangis bersama sisa-sisa rambut panjang saya yang berserakan di lantai. Itu sebabnya, seumur hidup saya tak pernah memiliki rambut panjang. Saya takut. Saya trauma. Saya tak ingin lelaki itu melakukan hal yang sama pada saya. Lagi.  
Lalu tembok ruang tamu. Saya juga masih ingat saat kepala mungil saya dibentur-benturkan ke tembok itu, Lagi-lagi oleh laki-laki yang saya sebut ayah. Bahkan terkadang hanya karena masalah sepele, hanya karena saya merengek meminta izin keluar rumah untuk bermain.
Lalu sudut dapur. Saya masih ingat tangan besar lelaki itu terus memukul tubuh saya hingga seluruh tubuh saya memar. Dan saya terjatuh di lantai. Kulit saya yang memar bersentuhan dengan lantai yang dingin. Rasanya perih. Dan lebih perih lagi saat saya menyadari Orang biadab yang telah menyiksa saya itu adalah ayah saya. Ayah kandung saya. Entah apa yang meracuni otaknya. Tapi saya rasa, memukul saya adalah kegiatan yang paling ia sukai.
Dan tahukah anda apa yang saya katakan ketika keesokan harinya teman-teman saya bertanya apa yang terjadi pada tubuh saya, saya hanya bisa berdusta. mengatakan saya jatuh.
saya berdusta karena saya benar-benar malu dengan keadaan keluarga saya.
satu-satunya tempat yang saya rasa paling aman adalah kamar saya. tempat saya berbagi nafas dan tangis. Tempat saya menyembuhkan perih-perih memar di tubuh saya sendiri. Tempat saya bercanda dengan teman-teman saya melalui handfon. atau tempat saya berkhayal dan terus menulis melalui laptop kecil saya.
Sejuta rahasia saya simpan rapat-rapat di dalamnya. Di kolong meja, bawah ranjang, bawah tempat tidur. tulisan tentang orang-orang yang saya cintai, obat-obatan yang sering saya gunakan saat aku frustasi bahkan silet, jarum,dan juga bekas darah yang saya sembunyikan. Saya memang penuh dengan rahasia.
Tiga anak monster yang tinggal dirumah itu, menjadi anak cacat yang tak pernah terungkap. kakak laki-laki saya adalah seorang pemerkosa kecil, yang pernah hampir membunuh saya saat saya ingin mengadukannya. Lalu saya, saya rasa saya adalaah psikopad kecil, yang tumbuh dengan luka, dan sangat mencintai darah. Sementara adik laki-laki saya, lebih beruntung. Ia memilih pergi meninggalkan rumah ini saat ia masih benar-benar kecil. Ia memilih tinggal di tempat dimana ia tak akan menerima banyak luka seperti kedua kakaknya.
 Saya lupa menceritakan pada anda tentang ibu saya, ia adalah perempuan yang tak mempercayai saya bahkan saat saya mengadukan kakak laki-laki saya yang hampir meniduri saya.
***
Saya. panggil saja begitu. Saya tak ingin menyebut nama saya karena saya malu dengan kehidupan yang saya miliki. Saya tujuh belas tahun sekarang. Saya korban dari keluarga palsu yang punya nama dan harta. Kakak laki-laki saya pernah hampir meniduri saya saat saya berusia delapan tahun. Ayah saya suka memukul saya. membenturkan kepala saya ke tembok dan menarik paksa rambut saya. Sementara ibu saya selalu semangat menyoraki ayah saya yang sedang menyiksa saya. Kulit tubuh saya banyak terkelupas cakaran ibu dan ayah saya. Saya perempuan yang membenci hidup saya. Saya perempuan sakit yang masih bertahan hidup dengan kondisi keluarga saya yang sebenarnya jauh dari kata baik. Berulangkali pasang mata melihat saya dan hidup saya. mereka katakan itu sempurna.
orang tua yang baik? kakak yang pandai?
kamuflase.
Anda tak pernah melihat apa yang saya lihat. Anda tak pernah melihat ketika wajah baik-baik mereka terkadang dapat berubah menjadi monster saat mereka menyiksa saya dengan bengisnya.
Anda tak pernah rasakan apa yang saya rasakan, ketika saya harus menerima kenyataan ketika orang yang menghancurkan hidup saya adalah keluarga saya sendiri.
Anda tak pernah mengerti berapa bekas luka yang tercecer di tubuh saya dari ujung rambut ke ujung kaki. lengkap. Dan tahukah anda jika saya yang membalut bekas luka itu sendiri. Sejak kecil, saya terbiasa berteman dengan perih.
Saya ingat semua luka yang pernah dibubuhkan di tubuh saya oleh orang-orang yang seharusnya melindungi saya. Keluarga saya. Dan tahukah anda hal itu membuat saya tumbuh menjadi perempuan sakit?
Saya memilih hidup dengan cara saya. Saya pengkonsumsi obat dalam dosis besar. Saya penghisap rokok. Saya suka melukai diri saya sendiri. Saya menghabiskan berlinting-linting tembakau saat saya sedang frustasi atau berbutir-butir pil saat saya merasa terlalu lelah untuk bertahan hidup. bahkan terkadang berpuluh puluh sayatan saat seseorang yang saya percaya menyakiti saya.
Yang membuat saya tak mengerti adalah, saat ayah saya mengetahui bekas sayatan di tangan saya karena saya frustasi dengan kondisi keluarga saya. Ia menangis. Menyatakan menyesal. Meminta maaf dan berjanji tak akan menyakiti saya lagi. Saya pikir ia benar-benar menyesal telah membuat hidup saya menderita.  Saya pikir ia dapat berubah menjadi malaikat dalam keluarga saya. Saya pikir. Dan saya mencoba mempercayainya.
Tapi lihat? Apa yang dia lakukan. Belum genap tiga hari setelah ia meminta maaf kepada saya. Hari ini ia kembali memukul saya. menampar saya. menjambak rambut saya. Menyeret tubuh saya dari ruang tamu ke kamar mandi.
Lagi?
saya berteriak. dan dengan semakin senangnya ia memperlakukan saya.
SEPERTI BINATANG. 
kulit saya penuh lebam dan hati saya berpuluh kali lebih lebam dari tubuh saya. saya jadi tak mengerti apa itu keluarga. kata guru saya saat saya kecil, keluarga tempat berlindung. tapi tahukah anda? jika satu satunya yang melukai saya adalah keluarga saya sendiri?
Sementara ibu saya yang tak perduli dengan keadaan saya itu kembali menyoraki memberi semangat pada ayah saya untuk terus memukul saya. Keluarga macam apa ini?
Saya menangis. Menghabiskan waktu saya di kamar. Memandang pilu berbagai luka yang terlukis di tubuh saya. Saya sudah tujuh belas tahun dan saya tetap disiksa. Haruskah saya pergi dari tempat ini? Sungguh, saya ingin berteriak. Saya benci keadaan seperti ini.
Tubuh saya sakit, dan hati saya lebih sakit lagi. Saya menjejali mulut saya dengan obat tidur. banyak sekali, agar saya lekas tertidur. Agar luka di tubuh saya dan di hati saya tidak terasa sakit lagi.
saya menangis. hanya menangis. dan tidur seperti orang mati. Lama sekali.

2 komentar: